#Quote_Nahdia #177
Berhari-hari mutakharrijin anyar ini bimbang. Apakah harus
menikah dengan jodoh pilihan ibunya atau ikut perintah Maulana Syaikh I menikah
dengan ma'hadah. Kepulangannya ke Gresik dijemput gundah. Suatu malam Maulana
mendatanginya: "ikuti perintah ibumu, menikahlah dengan pilihannya, lalu bawa
istrimu sekolah di Ma'had." Riang hatinya berbulan madu dan istrinya menjadi
murid MDQH. Lelaki Jawa Timur itu menaati ibunya, ia bisa bertemu Maulana di
akhir hayatnya. Ah, Maulana, Maha Guru sempurna.
#Quote_Nahdia #178
Ia menggeser
posisi duduknya di shaf paling depan di sisi kanan Maulana. Sejam berlalu. "Arak
kanak Ma'had midang tipak ma'hadah ndekne ulek mbukak seragemne," tiba-tiba
Maulana berujar disela ngajinya. Ups! Lelaki Rensing itu tak bisa sembunyi,
kepergiannya mengambil kitab selepas Ma'had siang kemarin itu dilihat jelas di
gang 1 NBDI Bermi. Setahun kemudian saat akad di Abror Maulana bertanya: "Pire
taon-meq bekemele'an?" Tersipu ia mengingat semuanya. Dijawabnya: "Dua tahun,
Maulana." Maulana, cintamu begitu sempurna.
#Quote_Nahdia #179
Rabu, 22 Jumadil Awal 1415 H, Pendiri Nahdlatul Wathan pernah
berkata: "Mun ne arak Ma'hadah laeq ye gen ku bait, Kalau ada Ma'had Banat
dahulu, aku akan menikah dengannya." Waduh, ternyata beliau jatuh hati pada
karyanya. Dalam perspektif Al-Anfanany, tiada sekolah perempuan terbaik di NTB
selain MDQH lil-Banat. Bagi Maulana, Ma'had Darul Quran wal Hadits adalah magnum
opus (maha karya) beliau di dunia pendidikan. Thullab thalibatnya adalah manusia
pilihan yang bisa diandalkan berjuang ikhlas hati berhias kesederhanaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar